PRIORITAS HIDUP


Oleh: Fauzan Abu Fathiyyah

Adalah penting bagi kita selaku muslim yang beriman untuk senantiasa mengintrospeksi diri setiap saat agar senantiasa berada dalam koridor yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan. Seperti halnya selalu menyadari akan tujuan hidup –yaitu menyembah Allah (QS. Adz Dzariyat: 56) – dengan menata pribadi agar memiliki tujuan yang jelas, apa yang semestinya dilakukan di sisa umur yang tidak tau pasti kapan berakhirnya.

Sebagaimana hadits yang sangat masyhur tentang umur ummat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yaitu 60 sampai 70 tahun. Melihat diri ini yang bergelimang dosa namun berpanen anugerah dari Allah setiap saatnya, sudah selayaknya menghisab diri dengan menghitung tahun demi tahun umur yang Allah berikan kepada kita untuk menjadi lebih baik walau dalam kenyataannya keburukan yang lebih mendominasi.

Saya sendiri menghitung bahwa Allah telah memberikan saya kesempatan hidup di tahun yang ke-28 sehingga berdasarkan hadits tentang umur ummat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam – diambil dari angka terkecil yaitu 60 tahun – maka sisa umur tinggal 32 tahun lagi (itupun jika masih diberi kesempatan hidup oleh Allah Azza wa Jalla. 

Dari 28 tahun umur yang diberikan terasa sangat sedikit waktu yang saya gunakan untuk menuntut ilmu syar’i sebagai bekal di akhirat nanti. Terlebih ilmu tentang Tauhid mengenal siapa Allah, apa hak-hak Allah atas saya, apa batasan-batasan yang tidak boleh saya langgar yang telah Allah tetapkan. Apakah saya pernah melakukan pelanggaran batasan tersebut yang dapat mengundang murka Allah. Adakah kesyirikan –dimana Allah tidak mengampuni jenis dosa ini (QS. An-Nisa : 48) – yang pernah saya lakukan?

Begitu juga tentang hak-hak Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sebagai manusia yang paling mulia dan tauladan dalam menjalan perintah Allah. Kemudian pertanyaan tentang hal ini juga banyak timbul di benak saya, apakah amalan-amalan ibadah yang selama ini saya lakukan telah sesuai dengan petunjuk yang dicontohkan oleh Rasulullah (dimana segala amal ibadah akan tertolak jika tidak sesuai dengan petunjuk nabi) ? Apakah saya pantas mendapatkan syafaatnya di hari akhir kelak sebagai ummatnya yang beriman kepada Rasulullah? 

Selaku seorang anak yang semestinya menunaikan hak-hak orang tua untuk diberikan bakti terbaik (Birrul walidain –pen), apakah hak-hak orang tua telah saya tunaikan? pantaskah saya dikatakan sebagai anak yang berbakti? ridho kah kedua orang tua terhadap setiap perilaku, perkataan dan sikap saya terhadap mereka? 

Dan sebagai seorang suami dan ayah, juga banyak pertanyaan yang belum tuntas terjawab yang hanya bisa dijawab oleh bukti nyata dari apa yang telah saya berikan kepada keduanya. Apakah saya pantas dkatakan imam yang baik? sudahkah saya mendidik istri dan anak dengan seperti atau paling tidak mengarah pada pola didikan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dalam mendidik keluarganya?  Sudahkah saya tunaikan hak-hak mereka? pantaskah saya dikatakan sebagai seorang suami/ayah yang baik?

Maasyaa Allah, betapa banyak kewajiban yang belum terpenuhi tersebab ilmu yang dangkal, iman yang lemah, dan ketidakberdayaan melawan ajakan syaiton la’natullah alaihi. 

Terlalu asik dengan perkara-perkara duniawi seringkali menjadikan diri ini lalai akan kewajiban yang seharusnya dilaksanakan serta hak-hak Allah, Rasulullah, Orang Tua, Istri serta Anak yang belum terpenuhi.

Oleh karenanya, sangat pantas diri ini untuk senantiasa belajar dan belajar, memahami agama ini dengan baik, mentahqiq tauhid, ittiba’ Rasulullahdengan memahami Alqur’an dan Al-Hadtis sebagaimana para sahabat, tabiin, tabiut tabiin serta para ulama, alim dan asatidz yang istiqamah dalam menjalan perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.

20 tahun saya habiskan umur untuk belajar tentang ilmu-ilmu duniawi dengan sedikit ilmu ukhrowi padahal ilmu agama merupakan perkara yang semestinya menjadi prioritas yang dapat menuntun saya mendapatkan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla. 
Maka paling tidak, disisa umur yang masih Allah berikan ini saya akan memaksimalkan untuk memperdalam agama dengan memulainya dari dasar. 

Perkara tauhid saja (sebagai pokok ilmu yang maha penting - pen), pembahasan dan hal pokok yang urgen difahami oleh seorang muslim amat lah luas. Belum lagi berbicara fiqih, aqidah dan disiplin ilmu agama yang kesemuanya itu adalah perkara yang seharusnya lebih diutamakan daripada ilmu ilmu yang bersifat duniawi lainnya.

Semoga Allah senantiasa memberikan kita petunjuk untuk tetap berada dalam ketaatan dan jauh dari kemaksiatan padaNya serta Allah masukkan kita kedalam golongan hamba-hambaNya yang beriman.

Yogyakarta, 04 September 2019.

1 komentar:

  1. Saya sudah membaca tulisan ini, dan merasa sangat tersentuh karena posisi saya juga sebagai kaum muslimin.

    BalasHapus