Kepulauan Banyak = Kota? [diskusi warkop]






PERTANYAAN MENGGELITIK

Seorang teman bertanya padaku "Zan, tidak terpikirkah kau Kepulauan Banyak ini menjadi sebuah kabupaten/kota?".

Aku hanya menjawab "Bisa aja, tapi syarat menjadi kabupaten/kota kita sulit terpenuhi. Jumlah penduduk yang masih sedikit, rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, pendapatan perkapita [1] yang tidak banyak merupakan indikator utama yang kita belum penuhi".

Belum lagi bicara mengenai status kepulauan banyak ini yang telah ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam dengan segala aturan yang mengikat. Ada satwa langka di wilayah Pulau Tuangku -yang merupakan pulau terbesar- yang harus dilindungi [2]. Karenanya kepulauan banyak tidak dapat dikembangkan menjadi kawasan pemukiman yang lebih luas. Entah sampai kapan, kita tidak tahu.

"Lantas mengapa Pulau Simeulue, Pulau Nias, Pulau Sabang bisa? Mereka bisa berkembang dan menjadi daerah otonom.
Tidakkah kita bisa bergerak maju seperti mereka?". Lanjutnya penasaran.


IYA JUGA YA..

Diskusi kami berlanjut sambil menyeruput kopi dan teh hijau disebuah kafe kecil menghadap tepi laut. Jawaban yang bisa aku sampaikan hanya bersifat normatif saja. Karena cukup kecil celah dalam regulasi yang ada. Tapi jujur saja, aku terpancing dengan pemikiran visionernya.

Pulau dengan jumlah penduduk 7000an jiwa dan total luas wilayah 255,4 ribu hektar (daratan dan lautan) [3] ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi daerah yang lebih maju dan berkembang.

Seketika aku membayangkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyarakat setempat hingga saat ini seperti akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan hingga layanan kependudukan dan catatan sipil; yang mesti merogoh kocek hingga Rp 500 rb hanya untuk mendapatkan selembar kertas karena biaya akomodasi dan transportasi ke Kabupaten yang lumayan besar.

Terlebih akses layanan kesehatan saat status gawat darurat yang membutuhkan gerak cepat tim medis saat-saat kondisi kritis. Masyarakat setempat harus memikirkan bagaimana mendapatkan uang hingga 2 juta hanya untuk menyewa transportasi speedboat ke kabupaten. Tidak jarang, nyawa yang menjadi korban akibat keterlambatan penanganan dan ketiadaan dana.

Tanpa menutup mata terhadap perhatian pemerintah daerah kepada kepulauan banyak seperti adanya penambahan armada kapal cepat, lobi investor UEA yang akan menanamkan modal di sini, infrastruktur jalan yang telah dibangun, pemberian sarana dukungan industri perikanan berupa pabrik es, pembibitan ikan, pembangunan jembatan penghubung balaibung, pengembangan pelabuhan penyeberangan dan lainnya [4] sebagai bentuk kepedulian pemerintah akan kesejahteraan masyarakat setempat.

TIDAK SALAH DAN TAKLAH BERDOSA

Akan tetapi, sebagai manusia yang lahir dan dibesarkan di pulau kecil ini. Tidak berdosa kiranya apabila terbesit dibenak untuk memikirkan masa depan kepulauan banyak melalui pemekaran daerah menjadi wilayah otonom yang dengan kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengurus sendiri pembangunan wilayahnya layaknya Sabang dan Simeulue.

Dengan status daerah tingkat dua, tentunya akan menjadikan Kepulauan Banyak sebagai kawasan yang lebih khusus lagi untuk dikembangkan (Baca: Kawasan Ekonomi Khusus). Potensi sumber daya alam seperti wisata bahari, perikanan hingga pertanian/perkebunan (cengkeh, kelapa, pinang) akan lebih mudah untuk dikembangkan.

Insfrastruktur seperti bandara akan lebih mudah untuk diperoleh, pengembangan sumberdaya manusia melalui alokasi di bidang pendidikan lebih mudah untuk dilakukan. Begitupula industri perikanan hingga pertanian dan perkebunan yang akan lebih khusus mendapatkan perhatian pembangunan.

DAMPAK BAGI KABUPATEN INDUK

Di sisi lain, tentu dengan mekarnya Kepulauan Banyak maka Aceh Singkil sendiri akan kehilangan wilayah wisata andalannya. Aceh Singkil mesti mampu mengelola sumber daya alam yang ada selain wisata bahari yang telah lepas dari genggaman. Sektor pariwisata tidak hanya di Kepulauan Banyak saja, Hutang Mangrove Singkil Utara, Danau Bungara, Little Amazon Rawa Singkil, Pantai Cemara, Kuala Gabi dan lainnya masih membutuhkan perhatian pemerintah untuk dikembangkan. Potensi PAD yang besar juga dapat bersumber dari sana.

Pandangan ini berangkat dari sudut multiperspektif. Meski masih sederhana, setidaknya tulisan ini menjadi torehan ide yang sangat mungkin untuk dapat terlaksana. Bagaimanapun, cepat atau lambat Kepulauan Banyak ini akan bergerak menuju kesana -yaitu mekar menjadi sebuah kabupaten/kota- apakh di masa ini saat kita masih dapat berbuat dan berpartisipasi ataukah kita hanya menjadi penonton ketika orang lain yang menjadi pionir pembangunan Kepulauan Banyak ini di masa depan .


Referensi :
[1] Pasal 33 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
[2] Dok. Penataan Blok TWA Kepulauan Banyak 2015
[3] Dok. Aceh Singkil Dalam Angka 2019
[4] Pariwara Serambi Indonesia Edisi 24/11/20




Salam anak negeri di atas Air,


Fauzan Hidayat

3 komentar:

  1. mantap kawan, teruslah bermimpi besar

    BalasHapus
  2. Kadang menjadi daerah otonom bukan sebuah jawaban syaikh, fakta di lapangan daerah otonom malah habis oleh urusan politik.

    Mungkin solusi jangka pendeknya adalah "memaksa" kabupaten induk sekarang untuk bisa lebih banyak mendelegasikan kewenangan ke Kecamatan dan/atau banyak membuat Unit kerja di pulau antum syaikh, sehingga pelayanan bisa lebih mudah d akses d sana.

    BalasHapus